Pemahaman Para Sahabat, Tabi’In Dan Tabi’Ut Tabi’In Ihwal Asma’ Wa Sifat


Oleh Syeikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabiin mengimani dan menetapkan konsep asma’ wa sifat sebagaimana ia tiba (apa adanya), tanpa tahrif (mengubah), ta’thil (menafikkan), takyif (menanyakan bagaimana), dan tamtsil (menyerupakan), dan hal itu termasuk pengertian beriman kepada Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Kemudian ucapan yang menyeluruh dalam semua belahan ini ialah hendaknya Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala itu disifati dengan apa yang Dia sifatkan untuk DiriNya atau yang disifatkan oleh RasulNya Shalallahu 'Alaihi Wasallam, dan dengan apa yang disifatkan oleh Ash-Sabiquunal Awwaluun (para generasi pertama), serta tidak melampaui Al-Quran dan Al-Hadist.

Imam Ahmad Rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu Wa Ta'ala dihentikan disifati kecuali dengan apa yang disifati oleh Tuhan untuk DiriNya atau apa yang disifatkan oleh RasulNya Shalallahu 'Alaihi Wasallam, serta dihentikan melampaui Al-Quran dan Al-Hadists. Para sahabat dan tabi’in menyifati Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala dengan apa yang Dia sifatkan untuk DiriNya dan dengan apa yang disifatkan oleh RasulNya Shalallahu 'Alaihi Wasallam, tanpa tahrif, ta’thil, takyif dan tamtsil.”

Kita mengetahui bahwa apa yang Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala sifatkan untuk DiriNya ialah haq (benar), tidak mengandung teka-teki dan tidak untuk ditebak. Maknanya sudah dimengerti, sebagaimana maksud orang yang berbicara juga dimengerti dari pembicaraannya. Apalagi jikalau yang berbicara itu ialah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, insan yang paling mengerti dengan apa yang ia katakan, yang paling fasih dalam menjelaskan ilmu, dan yang paling baik, serta paling mengerti dalam menjelaskan atau memberi petunjuk.

Dan sekali pun demikian tidaklah ada sesuatu pun yang ibarat Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala, tidak dalam DiriNya (ZatNya) yang Maha Suci, yang disebut dalam asma’ dan sifatNya, juga tidak dalam perbuatanNya, sebagaimana kita yakini bahwa Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala mempunyai Zat dan Af’al (perbuatan), maka begitu pula Dia benar-benar mempunyai sifat-sifat, tetapi tidak ada satu pun yang menyamaiNya, juga tidak dalam perbuatanNya.

Apa saja yang mengharuskan adanya kekurangan dan huduts (atau lawan kata dari qidam, yang artinya sesuatu yang baru, dari yang tidak ada menjadi ada), maka Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala benar-benar bebas dan Mahasuci dari hal-hal semacam itu. Sesungguhnya Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala mempunyai kesempurnaan yang paripurna, tidak ada batas di atasNya, dan tidak mungkin bagiNya mengalami huduts, lantaran tidak mungkin bagiNya sifat ‘adam (tidak ada), lantaran huduts mengharuskan adanya sifat ‘adam sebelumnya, dan lantaran sesuatu yang gres niscaya memerlukan muhdits (yang mengadakan), juga lantaran Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala bersifat wajibul wujud binafsihi (wajid ada dengan sendirinya).


Para sahabat, tabiin dan tabi’ut tabiin ialah antara ta’thil dan tamtsil. Mereka tidak menyamakan atau menyerupakan sifat-sifat Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala dengan sifat-sifat makhlukNya, sebagaimana mereka tidak menyerupakan ZatNya dengan zat yang ada pada makhlukNya. Mereka tidak menafikkan apa yang Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala sifatkan untuk DiriNya, atay apa yang disifatkan oleh RasulNya. Seandainya mereka menafikan, berarti mereka menghilangkan asma’ al-husna dan sifat-sifatNya yang ‘ulya (luhur), dan berarti mengubah kalam dari daerah yang sebenarnya, dan berarti pula mengingkari asma’ Tuhan Subhanahu Wa Ta'ala dan ayat-ayatNya.

0 Response to "Pemahaman Para Sahabat, Tabi’In Dan Tabi’Ut Tabi’In Ihwal Asma’ Wa Sifat"

Posting Komentar