Oleh Sheikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
A. Rukun لَا اِلَهَ إِلَّا اللّهُ "”
لَا اِلَهَ إِلَّا اللّهُ "” memiliki dua rukun, yakni An-Nafyu dan Al-Itsbat.
1. An-Nafyu atau peniadaan لَا اِلَهَ membatalkan syirik dengan segala bentuknya dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah.
2. Al-Itsbat atau penetapan إِلَا الله menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Yang Mahakuasa dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.
Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Quran, menyerupai firman Allah:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah terperinci jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka gotong royong ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat berpengaruh yang tidak akan putus. Dan Yang Mahakuasa Maha mendengar lagi Maha mengetahui,” (QS Al-Baqarah: 256).
Firman Yang Mahakuasa yang artinya, “Siapa yang ingkar kepada thaghut” itu ialah makna dari لاإله rukun yang pertama. Sedangkan firman Yang Mahakuasa yang artinya, “dan beriman kepada Allah” ialah makna dari rukun kedua,إِلَا الله . Begitu pula firman Yang Mahakuasa kepada Nabi Ibrahim:
“Dan ingatlah dikala Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya saya tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kau sembah. Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku; alasannya ialah gotong royong Dia akan memberi hidayah kepadaku,” (QS Az-Zukhruf: 26-27).
Firman Yang Mahakuasa yang artinya, “Sesungguhnya saya berlepas diri,” ini ialah makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan firman Yang Mahakuasa yang artinya, “Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku,” ialah makna itsbat (penetapan) pada rukun kedua.
B. Rukunمُحَمَّّدٌ رَسُوْلُ الله
Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimatعَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ (hamba dan utusanNya). Dua rukun ini menafikkan iftah (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau ialah hamba dan RasulNya. Beliau ialah makhluk (ciptaan Allah) yang paling tepat dalam dua sifat yang mulia ini.
الْعَبْدُ di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, dia ialah insan yang diciptakan dari materi yang sama dengan materi ciptaan insan lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain, sebagaimana firman Allah:
قُلْ إِنَّمَآ أَنَاْ بَشَرٌ مِثْلُكُمّْ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya saya ini hanya seorang insan menyerupai kamu...” (QS Al-Kahfi: 110).
Beliau hanya menunjukkan hak ubudiyah kepada Yang Mahakuasa dengan sebenar-benarnya, dan balasannya Yang Mahakuasa memujinya,
أَلَيْسَ اَللهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ
“Bukanlah Yang Mahakuasa cukup untuk melindungan hamba-hambaNya,” (QS Az-Zumaar: 36).
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ
“Segala puji bagi Yang Mahakuasa yang telah menurunkan kepada hambaNya al-Kitab (Al-Quran),” (QS Al-Kahfi: 1).
سُبْحَانَ الَّذِى أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram...” (QS Al-Isra: 1).
Sedangkan rasul artinya orang yang diutus kepada seluruh insan dengan misi dakwah kepada Yang Mahakuasa sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan).
Persaksian untuk Rasulullah dengan dua sifat ini meniadakan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah. Banyak orang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tetapi berlebih-lebihan kepada beliau, atau mengkultuskan dia sampai mengangkatnya di atas martabatnya sebagai hamba, yakni kepada martabat ibadah (penyembahan) untuknya selain dari Allah.
Mereka ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada beliau, dari selain Allah, juga meminta kepada dia apa yang tidak mampu melakukannya selain Yang Mahakuasa menyerupai memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan.
Tetapi di pihak lain, sebagian orang mengingkari kerasulannya atau mengurangi haknya. Sehingga, ia bergantung kepada pendapat-pendapat yang menyalahi ajarannya, serta memaksakan diri dalam menakwilkan hadist-hadist dan hukum-hukumnya.
0 Response to "Akidah Islam: Rukun Dua Kalimat Syahadat"
Posting Komentar