Keumuman Dan Kekhususan Dari Islam, Dogma Dan Ihsan


Oleh Sheikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Islam dan iman, apabila disebut salah satunya secara terpisah, maka yang lain termasuk di dalamnya. Tidak ada perbedaan antara keduanya dikala itu. Akan tetapi, jikalau keduanya disebut secara bersamaan, maka masing-masing mempunyai pengertian sendiri-sendiri, sebagaimana yang ada di dalam hadist Jibril, di mana Islam ditafsiri dengan amalan-amalan lahiriyah atau amalan-amalan tubuh menyerupai shalat dan zakat; sedang iman ditafsiri dengan amalan-amalan hati atau amalan-amalan bati menyerupai membenarkan dengan lisan, percaya dan ma’rifat kepada Allah, malaikatNya, kita-kitabNya, para rasulNya dan seterusnya.

Ada pun keumuman dan kekhususan antara ketiganya ini telah dijelaskan oleh Sheikh Ibnu Taimiyah sebagai berikut:

“Ihsan itu lebih umum dari sisi dirinya sendiri dan lebih khusus dari segi orang-orangnya daripada iman. Iman itu lebih umum dari segi dirinya sendiri dan lebih khusus dari segi orang-orangnya daripada Islam. Ihsan meliputi iman, dan iman meliputi Islam. Para muhsinin lebih khusus daripada mukminin, dan para mukmin lebih khusus daripada muslimin,” (dalam Majmu’ Fatawa: 7/10).

Oleh alasannya ialah itu, para ulama muhaqqiq mengatakan, “Setiap mukmin ialah muslim, alasannya ialah sebetulnya siapa yang telah mewujudkan iman dan ia tertancap di dalam sanubarinya, maka beliau niscaya melakukan amalan-amalan Islam sebagaimana yang telah disabdakan baginda Rasul,

“Ingatlah sebetulnya di dalam jasad itu terdapat segumpal darah, jikalau ia baik, maka menjadi oke jasad itu semuanya, dan jikalau ia rusak, maka rusaklah jasad itu semuanya. Ingatlah, beliau itu ialah hati,” (HR Bukhari dan Muslim).

Dan tidak setiap muslim ialah mukmin, alasannya ialah sanggup jadi imannya sangat lemah, sehingga tidak sanggup mewujudkan iman dengan bentuk yang sempurna, tetapi ia tetap menjalankan amalan-amalan Islam, maka menjadilah ia seorang muslim, bukan mukmin yang tepat imannya. Sebagaimana Firman Allah:

قَالَتِ ٱلْأَعْرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا۟ وَلَٰكِن قُولُوٓا۟ أَسْلَمْنَا

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk", (QS Al-Hujurat: 14).

Mereka bukanlah orang munafik secara keseluruhan, demikian berdasarkan yang paling benar dari dua penafsiran yang ada, yakni perkataan Ibnu Abbas dan lainnya, tetapi iman mereka lemah. Hal ini ditunjukkan oleh Firman Allah:

وَإِن تُطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَٰلِكُمْ شَيْـًٔا ۚ

“....dan jikalau kau taat kepada Yang Mahakuasa dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu...” (QS Al-Hujurat: 14).

Maksudnya, tidaklah pahala mereka dikurangi berdasarkan iman yang ada pada diri mereka yang cukup sebagai syarat untuk diterimanya amalan mereka dan diberi akhir pahala seandainya mereka tidak mempunyai iman, tentu mereka tidak akan diberi pahala apa-apa, (Syarah Arba’in, Ibnu Rajab, hal. 25-26).

Maka jelaslah bahwa din itu bertingkat, dan sebagian tingkatannya lebih tinggi dari yang lain. Pertama ialah Islam, lalu naik lagi menjadi iman, dan yang paling tinggi ialah ihsan.

0 Response to "Keumuman Dan Kekhususan Dari Islam, Dogma Dan Ihsan"

Posting Komentar